Ilmu Kalam sering menjadi topik hangat dan kontroversial dalam tradisi keilmuan Islam. Di Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Khairat, ilmu ini diajarkan dengan penekanan pada batasan akal. Santri dididik untuk menggunakan logika hanya sejauh yang diperlukan untuk mengukuhkan akidah, bukan untuk mendalami hakikat Zat Allah.
Pokok bahasan utama dalam Ilmu Kalam adalah sifat-sifat wajib bagi Allah SWT. Ponpes Darul Khairat mengajarkan akidah Ahlussunnah wal Jama’ah Asy’ariyah. Mereka menggunakan metode rasional (dalil ‘aqli) untuk membuktikan sifat-sifat seperti Wujud, Qidam, dan Baqa’. Ini adalah langkah awal untuk menolak paham ateisme.
Namun, pengajaran di Darul Khairat menekankan pada titik kritis: setelah akal berhasil membuktikan sifat-sifat dasar tersebut, akal harus berhenti. Kontroversi Ilmu Kalam muncul ketika nalar manusia mencoba menggambarkan ( takyif) atau menyerupakan (tamtsil) sifat Allah. Ini adalah area terlarang yang justru merusak iman.
Kiai di Ponpes Darul Khairat sering mengingatkan santri dengan kaidah: “Awaluddin Ma’rifatullah, mengenal Allah adalah permulaan agama.” Namun, pengenalan ini bersifat tauqifi, artinya berhenti pada apa yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadis. Batasan berpikir ini penting untuk menjaga kesucian tauhid yang murni.
Salah satu fokus utama Ponpes Darul Khairat adalah menghindari pemikiran ekstrem Mu’tazilah (terlalu rasional) atau Mujassimah (terlalu literal). Keseimbangan dicapai dengan memahami bahwa sifat-sifat Allah, seperti Sama’ (Mendengar) dan Bashar (Melihat), berbeda mutlak dari makhluk. Sifat ini diimani tanpa perlu dikhayalkan bentuknya.
Oleh karena itu, Ilmu Kalam di pesantren ini berfungsi sebagai penjaga akidah (hifzhu al-i’tiqad). Ia membersihkan keyakinan dari kerancuan filosofis dan kontroversi yang menyesatkan. Tujuannya adalah melahirkan santri yang memiliki akidah kuat, yang kokoh dalam keyakinan, bukan dalam perdebatan logika.
Ilmu Kalam adalah jembatan, bukan tujuan akhir. Ponpes Darul Khairat memastikan santri tidak terperangkap dalam perdebatan kalam yang berlebihan. Fokus dialihkan pada tasawuf dan amal. Ini membuktikan bahwa pesantren tradisional berhasil menjaga akidah umat tanpa mengorbankan kedalaman spiritual.
Dengan batasan berpikir yang jelas ini, Ponpes Darul Khairat mencetak ulama yang moderat. Mereka mampu berargumen secara logis menghadapi tantangan modern sambil tetap berpegang teguh pada tauhid klasik. Inilah kunci kesuksesan pesantren dalam melestarikan warisan keilmuan Islam.